Aceh adalah sebuah provinsi di Indonesia. Aceh terletak di ujung utara pulau Sumatera dan merupakan provinsi paling barat di Indonesia. Ibu kotanya adalah Banda Aceh. Jumlah penduduk provinsi ini sekitar 4.500.000 jiwa. Letaknya dekat dengan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India dan terpisahkan oleh Laut Andaman. Aceh berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan.
Aceh memiliki 13 suku bangsa asli. Yang terbesar adalah Suku Aceh yang mendiami wilayah pesisir mulai dari Langsa di pesisir timur utara sampai dengan Trumon di pesisir barat selatan. Suku lain nya adalah Suku Gayo yang mendiami
wilayah pegunungan di tengah Aceh. Selain itu juga dijumpai suku-suku
lainnya seperti, Aneuk Jamee di Aceh Selatan, Singkil dan Pakpak di Subulussalam, Alas di Aceh Tenggara, Kluet di Aceh Selatan dan Tamiang di Aceh Tamiang, dan di Pulau Simeulue terdapat Suku Sigulai.
Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan hasil sebagai berikut: Aceh (70,65%), Jawa (8,94%), Gayo (7,22%),Batak (3,29%) Alas (2,13%),Simeulue (1,49%), Aneuk Jamee (1,40%), Tamiang (1,11%) Singkil (1,04%), Minangkabau (0,74%), lain-lain (1,99%).
Dengan banyaknya suku bangsa yang mendiami Provinsi paling barat Indonesia ini juga memberikan pengaruh tersendiri tak hanya terhadap kehidupan sosial, adat tetapi juga dengan musik yang berkembang di Aceh, Musik yang berkembang di Aceh sangatlah dinamis mengikuti jaman dari masa kemasa, yang mana dengan ciri khas musiknya sangat dipengaruhi oleh nuansa Islami.
Makalah kali ini akan membahas tentang aliran musik yang berkembang di Aceh yang kami ambil sempel secara garis besar menceritakan tentang alat musik, tarian dan aliran lagu daerah yang populer di Aceh (Suku Aceh, Gayo dan Alas) tanpa mengecilkan musik-musik daerah lainnya yang berkembang di Provinsi Aceh.
Dengan memperhatikan judul dari makalah kali ini, maka dirumuskan masalah-masalah untuk dijadikan pedoman penelitian agar mencapai sasarannya, adapun masalah-masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
Di Aceh terdapat banyak sekali jenis alat musik yang diantaranya seperti Arbab, serune kalee, rapaii, yang dari ketiga alat musik tersebut berasal dari India dan Arab.
sendiri terdiri dari 2 bagian yaitu Arbabnya sendiri (instrumen
induknya) dan penggeseknya (stryk stock) dalam bahasa daerah disebut :
Go Arab. Instrumen ini memakai bahan : tempurung kelapa, kulit kambing,
kayu dan dawai
2.1.2 Gayo
Dataran Tinggi Gayo juga menyumbang beberapa alat musik unik tersendiri yang menambah khasanah budaya di Aceh seperti Canang dan teganing.
|
Alat Musik Teganing Credit: AntaraNews |
Teganing dimainkan dengan cara memukulnya dengan pegeul (stick) ke talinya dengan tangan kanan dan tangan kiri memukul-mukul badan Teganing pengganti repa’i atau gegedem sebagai tingkahnya.
Teganing dulu digunakan oleh gadis-gadis (beberu) Gayo untuk mengisi
waktu senggang sambil menjaga jemuran padi agar tidak dimakan ayam atau
merpati. Namun, seiring dengan perkembangan zaman jarang terlihat beberu
memainkan teganing sambil menunggui jemuran padi di kampung-kampung.
Saat ini alat musik Teganing dimainkan untuk mengiringi tarian khas
Gayo.
Canang adalah alat bunyian yang terbuat
dari tembaga. Canang masuk kedalam alat kesenian Gayo walau apada
awalnya benda ini bukan untuk alat kesenian untuk mengiringi
lagu-tembang.
Masa dulu canang dipergunakan untuk
beberapa kegiatan diantaranya untuk menyambut tamu-tamu kebesaran.
Akibat geografi Gayo dulunya jika ada orang hilang di hutan-perkebunan,
maka canang dibunyikan agar orang yang hilang ini dapat mendengar dan
kembali ke arah suara canang.
Dalam acara adat perkawinan, sunat
rasul, tawar kampung maupun acara ‘Nirin Reje” (memandikan raja) zaman
dulu canang selalu dipakai oleh masyarakat. Acara adat perkawinan
seperti ‘Mah Atur” Rangkaian adat dari pihak wanita, “Mah Bai”
(mengantar penganten laki-laki). “Nyerah bejege” dan lain sebagainya.
2.1.3 Alas
Suku Alas atau mereka biasa menyebut kaumnya dengan sebutan khang Alas atau kalak Alas mendiami sepanjang sungai Alas dan Gunung Leuser atau sekarang termasuk kedalam Kabupaten Aceh Tenggara, di Tanoh Alas sendiri terdapat satu jenis musik unik yakni Bangsi.
|
Bangsi Alas Credit : Google |
Bangsi/Bansi Alas adalah jenis Instrumen alat musik tiup bambu
tradisional yang tumbuh dan berkemang di Lembah Alas, Kabupaten Aceh
Tenggara, panjang bangsi/bansi sendiri lebih kurang panjang 41
cm dan berdiameter 2,8 cm, yang mana memiliki 7 buah lubang dibagian
atas bansi yang setiap lubangnya semakin ke ujung akan semakin lebar.
dari 7 buah lubang memiliki fungsinya tersendiri yang terbagi dalam enam
buah lubang nada, dan satu buah lubang udara yang letaknya dekat dengan
tempat yang ditiup.
Penggunaan Bangsi sendiri di tanah Alas dizaman dahulu biasa
digunakan sebagai musik pengiring Tarian Landok Alun, Sebuah tarian khas
dari Desa Telangat Pagan berkisah kegembiraan petani yang memperoleh
lahan baru dengan kondisi tanah baik.
Selain itu, Pembuatan Bangsi sering identik dikaitkan dengan adanya
kabar meninggal dunia salah seorang di kampung/kute tempat bangsi
dibuat. Apabila diketahui ada seorang meninggal dunia Bangsi yang sudah
siap dibuat sengaja dihanyutkan di sungai. Setelah itu diikuti terus
sampai Bangsi tersebut diambil oleh anak-anak, kemudian Bangsi yang
telah diambil anak-anak tadi dirampas lagi oleh pembuatnya dari tangan
anak-anak yang mengambilnya. Bangsi inilah nantinya yang akan ditiup dan
diperdengarkan sebagai Penanda kabar telah meninggalnya seseorang di
Kampung/Kute tersebut. Bangsi kepunyaan orang-orang kaya sering
dibungkus dengan perak atau suasa.
2.2 Tarian Daerah di Aceh, Gayo dan Alas?
2.2.1 Aceh
|
Tari Sudati Cedit : Google |
2.2.1.1 Tari Seudati
Tari Seudati adalah nama tarian yang berasal dari provinsi Aceh. Seudati berasal dari kata Syahadat, yang berarti saksi/bersaksi/pengakuan terhadap Tiada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad utusan Allah.
Tarian ini juga termasuk kategori Tribal War Dance atau Tari
Perang, yang mana syairnya selalu membangkitkan semangat pemuda Aceh
untuk bangkit dan melawan penjajahan. Oleh sebab itu tarian ini sempat
dilarang pada zaman penjajahan Belanda, tetapi sekarang tarian ini diperbolehkan kembali dan menjadi Kesenian Nasional Indonesia.
2.2.1.2 Tari Ranup Lampuan
Ranup Lampuan adalah kesenian tari yang berasal dari Nangroe Aceh Darussalam.
Tari ini merupakan visualisasi dari salah satu filosofi hidup warga
Aceh, yakni menjunjung keramah-tamahan dalam menyambut tamu. Gerakan
demi gerakan dalam Ranup Lampuan menggambarkan prosesi memetik,
membungkus, dan menghidangkan sirih kepada tamu yang dihormati,
sebagaimana kebiasaan menghidangkan sirih kepada tamu yang berlaku dalam
adat masyarakat Aceh. Menilik karakteristiknya, atas dasar tersebut,
tari ini digolongkan ke dalam jenis tari adat/upacara.
2.2.2 Gayo
2.2.2.1 Tari Guel
Tari Guel adalah salah satu tarian
tradisional yang berasal dari budaya masyarakat Gayo.
Tarian ini cenderung berbeda dengan tarian-tarian tradisional Aceh kebanyakan,
terutama dari segi geraknya.
|
Tari Guel Credit : Sumber Pos |
Tari Guel memiliki gerakan yang sangat khas dan
penuh makna, bahkan terkesan bernuansa magis. Sehingga tak jarang membuat para
penonton seakan terhipnotis dan terbawa suasana saat menyaksikannya. Tarian
guel merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di Aceh,
khususnya di kalangan masyarakat Gayo.
Tarian ini biasanya sering ditampilkan di acara-acara adat maupun budaya yang
diselenggarakan di sana.
2.2.2.2 Didong
Ada yang berpendapat bahwa kata “didong” mendekati pengertian kata
“denang” atau “donang” yang artinya “nyanyian sambil bekerja atau untuk
menghibur hati atau bersama-sama dengan bunyi-bunyian”. Dan, ada pula
yang berpendapat bahwa Didong berasal dari kata “din” dan “dong”. “Din”
berarti Agama dan “dong” berarti Dakwah.
Didong dimulai sejak zaman Reje Linge XIII
|
didong Credit : Khairuzzaki |
Pada awalnya didong digunakan sebagai sarana bagi penyebaran agama Islam melalui media syair.
Para ceh didong (seniman didong) tidak semata-mata menyampaikan tutur
kepada penonton yang dibalut dengan nilai-nilai estetika, melainkan di
dalamnya bertujuan agar masyarakat pendengarnya dapat memaknai hidup
sesuai dengan realitas akan kehidupan para Nabi dan tokoh yang sesuai
dengan Islam. Dalam didong ada nilai-nilai religius, nilai-nilai
keindahan, nilai-nilai kebersamaan dan lain sebagainya. Jadi, dalam
ber-didong para ceh tidak hanya dituntut untuk mampu mengenal
cerita-cerita religius tetapi juga bersyair, memiliki suara yang merdu
serta berperilaku baik. Pendek kata, seorang ceh adalah seorang seniman
sejati yang memiliki kelebihan di segala aspek yang berkaitan dengan
fungsinya untuk menyebarkan ajaran Islam. Didong waktu itu selalu
dipentaskan pada hari-hari besar Agama Islam.
2.2.2.3 Saman
Tari Saman adalah sebuah tarian Suku Gayo yang biasa ditampilkan untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting dalam adat. Syair dalam tarian saman mempergunakan Bahasa Gayo. Selain itu biasanya tarian ini juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dalam beberapa literatur menyebutkan tari saman di Aceh didirikan dan dikembangkan oleh Syekh Saman, seorang ulama yang berasal dari Gayo di Aceh Tenggara. Tari saman ditetapkan UNESCO sebagai Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia dalam Sidang ke-6 Komite Antar-Pemerintah untuk Pelindungan Warisan Budaya Tak benda UNESCO di Bali, 24 November 2011
2.2.3 Alas
2.2.3.1 Tari Peulebat
Dari segi bahasa pelebat berasal dari kata "Rubat" (Red-
Bahasa Alas)
yang artinya "Berkelahi" dan dapat kita artikan pelebat adalah suatu
kebudayaan dimana dua orang melakukan perkelahian yang saling
menunjukkan kepandaian dalam ilmu bela diri dan juga menunjukkan
keberanian tanpa kenal menyerah, dulunya alat bantu dalam pelebat adalah
Mekhemu (Red-Pedang Khas Suku Alas), tetapi setelah Belanda menguasai
Tanoh Alas dimulai pada tahun 1904 penggunaan Mekhemu dilarang
dikarenakan sangat berbahaya bagi pelaku yang memainkannya, jadi
digantilah penggunaan Mekhemu dengan sepotong bambu yang tumbuh subur di
Jatung paru-paru dunia ini.
|
Peulebat Suku Alas Credit : Seputar Aceh |
Pelebat sendiri biasanya dilakukan pada saat keluarga mempelai pria
hendak mau menjemput ke rumah mempelai wanita yang mana rumah tersebut
biasanya di sebut dengan "Ni pengembunan". kedua keluarga mempelai baik
pria maupun wanita sama-sama menurunkan dua orang pemuda dari kalangan
keluarganya masing-masing, sebelum adu tangkas ini dimulai biasanya akan
ada yang namanya pengukuran bambu agar tidak terjadi yang namanya beda
bulu.
2.2.3.2 Tari Mesekat Alas
Mesekat salah satu tarian dari suku Alas di Aceh Tenggara,
merupakan tarian yang dibawakan oleh anak-anak sampai orang dewasa
secara berkelompok dengan posisi berbaris, sepertinya halnya orang salat
saat membaca tahayatul akhir. Dalam tarian biasanya yang dipilih
menjadi imam adalah kadi atau she yang nantinya menjadi panutan dalam
gerak dan syair yang dibacakan secara serentak dan serasi dan
dilaksanakan dengan irama shalawat dan qasidah.
Tari mesekat melahirkan suatu karya seni yang sifatnya klasik
tradisional, cara membawakannya harus dengan menghafal dari berbagai
ragam atau dengan cara berurutan. Dalam permainanya peserta memakai baju
adat dengan jumlah pemain minimal 18 orang. Dalam syairnya dapat
diartikan sebagai himbauan kepada masyarakat atau pemerintah desa,
camat, bupati tentang hal-hal pembangunan.
2.3 Perbedaan Musik daerah di Aceh, Gayo dan Alas
Untuk mencari perbedaan musik di Aceh, Gayo dan Alas mungkin saya sendiri akan sangat kesulitan dalam menjawabnya dan setiap pemerhati musik daerah pastilah tidak setuju dengan apa yang saya jabarkan dalam makalah ini namun tulisan ini berdasarkan terhadap pengamatan langsung saya selama berada di Aceh, Gayo maupun tanoh Alas.
|
3 Penyanyi populer dewasa ini dari masing-masing daerah yakni dari kiri-kanan
Sopan Sopian (Alas), Ervan Ceh Kul (Gayo), dan Liza Aulia (Aceh) |
Di Aceh sendiri lagu-lagunya kebanyakan bernuansa jaman keemasan kerajaan Aceh pada masa kekuasaan Sultan Iskandar muda dan juga bernuansa keheroikkan bangsa Aceh, dan pejuang-pejuang Aceh mengusir bangsa Belanda dari Aceh.
Setiap bait lagu-lagu Aceh memiliki arti keheroikkan dan semangat akan hidup bebas dan merdeka tanpa adanya belenggu dari manapun. Lagu-lagu Aceh kebanyakan dipengaruhi oleh musik India, Minangkabau dan Arab, dengan ritme yang gembira, heroik dengan suara dominan gendang yang menimbulkan sensasi semangat terhadap siapa saja yang mendengarkannya.
Sedangkan di Tanoh Gayo, tema yang sering diangkat oleh para seniman Gayo adalah tentang keelokkan tanoh gayo, kearifan lokal, budaya dan petuah-petuah orang tua terhadap generasi muda, musik Gayo kebanyakan memiliki ritme yang pelan dan halus dengan suara dominan berasal dari seruling dan tepukkan tangan dari seniman didong, musik Gayo pada tahun 60-an banyak dipengaruhi oleh musik dari Karo dan Batak, namun dewasa ini musik Gayo mulai bisa menunjukkan jati diri musik bangsanya yang memiliki perbedaan dengan musik Karo, Batak maupun Alas.
Lagu daerah Alas sedikit banyak dipengaruhi oleh musik dari Karo dikarenakan kedekatan budaya dan geografis dua suku yang bertetangga ini, tema yang diangkat dalam musik-musik Alas adalah kebanyakan mengenai kehidupan kaula muda atau remaja dalam menjalani kehidupannya sehari-hari, dan juga disisipi petuah orang tua terhadap anak-anak muda agar tak salah jalan, dengan ritme keras dan cepat yang membuat siapa saja yang mendengarkan akan ikut berjoget ria hal inilah yang membuat musik Alas agak sedikit berbeda dengan musik Gayo maupun Aceh.
Untuk dapat lebih membedakan
Musik Aceh, Gayo dan Alas, berikut kami sajikan 3 lagu terbaik menurut kami dari masing-masing suku :
Lagu Aceh -
- Cut Aja Rizka - Do do daidi
- Rafli - Assalamualaikum
- Liza Aulia - Hikayat Putroe Bungsu
Lagu Gayo -
- Abadi Ayus feat Rahmansyag - Gayo
- Ervan Ceh Kul - Muniru
- Ivan W.Y - Urang Uten
Lagu Alas -
- Sopan Sopian - Bue Upahmu
- Sawal - Si kadan Kale
- Rofiah - Sebening Tobang
Refrensi :
Post a Comment for "Ciri Khas Musik di Provinsi Aceh"
Post a Comment
Give Us Your Feedback!