Suku Kampar (Ocu), Minang atau Melayu??
Lontiok Rumah Adat Suku Kampar C: Anak-anak Minang |
Sejarah Suku Ocu (Kampar)
Suku Ocu merupakan salah satu suku yang berasal dari provinsi Riau.
Secara spesifik suku Ocu berasal dari kabupaten Kampar oleh karena itu mereka dikenal juga sebagai Suku Kampar, biasanya mereka menyebut komunitas masyarakatnya dengan sebutan "Oughang Kampar".
Suku Ocu dikelompokan kedalam ras Melayu Tua
atau Proto Melayu. Dalam tradisi suku Ocu, mereka dikelompokan lagi
kedalam suku-suku kecil atau subsuku, yaitu suku Piliang, Domo,
Putopang, Kampai dan suku Mandiliong.
Sehari-hari masyarakat Ocu bertutur menggunakan bahasa Ocu, salah satu
bahasa yang dikelompokan kedalam rumpun Bahasa Melayu. Hanya saja bahasa
Ocu diperkirakan lebih tua dibandingkan bahasa Melayu Daratan. Jadi,
selain merujuk pada nama suku, istilah Ocu juga merujuk pada Bahasa.
Perkataan Ocu juga dipakai sebagai sebutan wilayah dan sebutan bagi
saudara atau anak ke empat hingga seterusnya. Dalam adat Kampar, anak
pertama oleh saudara-saudaranya dipanggil dengan sebutan Uwo (berasal
dari kata tuo, tua, yang paling tua). Anak kedua dipanggil oleh
adik-adiknya dengan sebutan Ongah, yang berasal dari kata tengah. Anak
ketiga dipanggil oleh adik-adiknya dengan sebutan Udo, atau anak paling
mudo (paling muda). Sementara untuk anak ke empat, baik laki atau
perempuan dipanggil dengan sebutan Ocu. Kemungkin berasal dari kata
Ongsu, yang dalam bahasa Indonesia berarti bungsu atau anak terakhir.
Anak kelima dan seterusnya juga akan dipanggil Ocu. Penyebutan semacam
ini juga berlaku dibeberapa wilayah lainnya di Riau Daratan.
Asal-usul suku Ocu saat ini masih menjadi kontroversi. Ada yang bilang
suku Ocu berasal dari Sumatera Barat dan masih bagian dari suku
Minangkabau. Pendapat tersebut punya alasan sendiri karena budaya, adat
istiadat, bahasa, struktur pemerintahan dan gaya bangunan memiliki
kemiripan dengan budaya Sumatera Barat. Selain itu dalam Tambo
Minangkabau wilayah Kampar merupakan bagian dari wilayah Minangkabau.
Beberapa sumber juga menyebutkan kalau suku Ocu menganut sistem
kekerabatan matrilineal seperti suku Minangkabau. Namun tidak ada
satupun anak-anak keturunan Ocu yang mau disebut sebagai suku
Minangkabau.
Selain pendapat diatas, ada pendapat lainnya yang menyebutkan kalau suku Ocu berasal dari keturunan Riau Daratan. Pendapat ini juga didasarkan atas kesamaan karakteristik masyarakat ocu di kabupaten Kampar, dengan adat dan kebudayaan beberapa kabupaten di provinsi Riau yang didominasi oleh masyarakat Melayu.
Pendapat lainnya adalah suku Ocu berdiri sendiri yang terpisah dari suku
Minangkabau ataupun Melayu. Pendapat ini mengemuka karena adanya
anggapan kalau dahulunya orang Ocu memiliki kerajaan sendiri. Melihat
banyaknya versi tentang asal-usul suku Ocu ini, membuka mata kita bahwa
harus dilakukan penelitian yang lebih dalam lagi. Dengan demikian tidak
muncul kontroversi yang membuat polemik antara suku Ocu dengan suku-suku
lain disekitarnya.
Rumah Adat Ocu (Kampar)
Rumah Pelancangan atau rumah Lontiok
adalah rumah adat yang terdapat di daerah suku kampar. Bentuk rumah Lontiok
dikatakan berasal dari bentuk perahu, hal ini tercermin dari sebutan pada
bagian-bagian rumah tersebut seperti: bawah, tengah, ujung, pangkal, serta
turun, naik. Dinding depan dan belakang dibuat miring keluar dan kaki dinding
serta tutup didinding dibuat melengkung sehingga bentuknya menyerupai sebuah
perahu yang diletakkan diatas tiang-tiang.
Rumah Lontiok berfungsi sebagai rumah adat dan rumah
tempat tinggal. Dibangun dalam satu prosesi panjang yang melibatkan masyarakat
luas serta upacara.
Rumah Lontiok atau Lontik, merupakan rumah panggung.
Tipe konstruksi panggung dipilih untuk menghindari bahaya binatang buas dan
banjir. Kolong rumah, biasanya digunakan untuk kandang ternak, wadah penyimpanan
perahu, tempat bertukang atau tempat bermain anak-anak, dan gudang kayu untuk
persiapan bulan puasa. Kemudian lain penyebab pemakaian konstruksi panggung
adalah adanya ketentuan adat untuk memakai tangga, dengan jumlah anak tangga
ganjil dan menyediakan tempayan air didekatnya untuk mencuci kaki di pangkal
tangga. Ketentuan adat juga menyatakan bahwa penghuni perempuan cukup
berpakaian sedada tanpa baju (kemban) di dalam rumah atau tidur-tidur dirumah
tanpa adanya penyekat/pelindung ruang. Kalau rumah dibangun rendah atau
“melekat” di atas tanah, maka keadaan di dalam rumah akan kelihatan dari luar
rumah.
Dinding luar Rumah Lontik seluruhnya miring keluar,
berbeda dengan dinding dalam yang tegak lurus. Balok tumpuan dinding luar depan
melengkung keatas, dan kalau disambung dengan ukiran sudut-sudut dinding,
kelihatan seperti bentuk perahu. Balok tutup atas dinding juga melengkung
meskipun tidak semelengjung balok tumpuan. Lengkungannya mengikuti lengkung
sisi bawah bidang atap. Kedua ujung perabung diberi hiasan yang disebut Sulo
Bayung. Sedangkan Sayok Lalangan merupakan ornamen pada ke 4 sudut cucuran
atap. Bentuk hiasan beragam, ada yang menyerupai bulan sabit, tanduk kerbau,
taji dan sebagainya.
Ritual Pernikahan Suku Kampar
Dalam adat pernikahan suku kampar ada beberapa ritual
yang harus dijalani oleh masyarakat adat kampar dalam resepsi pernikahannya,
berikut ini urainnya:
1. Ibu-ibu membantu memasak di rumah mempelai wanita
Di Kabupaten Kampar dari zaman ninik mamak terdahulu,
apa bila ada saudara sekampung yang hendak menikah, maka keluarga dari mempelai
yang hendak menikah harus memanggil para tetangga kampung untuk membantu
kegiatan memasak yang dilakukan 3 hari ataupun sehari sebelum acara resepsi
pernikahan berlangsung (hitungan ini tergantung dari keluarga mempelai), karena
masyarakat kampar sejak dulu dikenal dengan cara bergotong royong dalam
melakukan sesuatu termasuk dalam mempersiapkan makanan untuk resepsi
pernikahan.
2. Acara
Shalawatan (Badiqiu)
Badiqiu merupakan suatu acara yang ada dalam
kebudayaan masyarakat kampar. Acara ini dilakukan oleh para tokoh-tokoh dan sesepuh
adat pada malam hari sebelum acara resepsi pernikahan dilakukan, agar acara
pernikahan ini berlangsung dengan hikmat dan keluarga yang baru menjadi
keluarga yang utuh hingga akhir hayat.
3. Acara Pengantaran Pihak Lelaki ke rumah Pihak Perempuan
(Ba'aghak)
Dengan dentuman Rebana dari para tokoh adat ini,
menambah kehikmatan nilai budaya yang sakral pada acara pengantaran Pihak
Lelaki ke rumah Pihak Perempuan, biasanya shalawatan selalu di kumandang kan
hingga akhirnya Pihak Lelaki sampai kerumah Pihak Perempuan. Setelah pihak
laki-laki tiba, kedua mempelai langsung di persandingkan.
4. Acara
Pengantaran Pihak Lelaki dengan membawa Hantaran (Jambau)
Seperti adat di daerah lainnya, hantaran juga berlaku
di kabupaten kampar, tetapi tidak terlalu mengikat, jika mempelai lelaki tidak
mampu untuk memberikanhantaran, maka ini tidak di wajibkan untuk membawa
hantaran tersebut.
Sumber :
- http://nativeindonesians.blogspot.co.id
- http://echopedian.blogspot.co.id/
Post a Comment for "Suku Kampar (Ocu), Minang atau Melayu??"
Post a Comment
Give Us Your Feedback!