Karena Jempolku, Aku Bisa Masuk Surga?? [Cerpen Islami]
Penulis : Riduwan Philly
Genre : Religius, Edukasi
Tanggal : 27 Oktober 2017
“Dam, damanik!” aku mengempalkan
tanganku membentuk sebuah cerobong dengan harapan orang yang aku panggil dapat
mendengar dengan jelas panggilanku. Ia berdiri persis dua baris dari sebelah
kananku, mungkin karena di perpus sedang banyak pengunjung jadinya dia agak
kesulitan mencari batang hidungku.
Sekali dua kali tak juga dia mendengarkannya.
Barulah sampai pada yang ketiga kalinya dia menoleh kepadaku itupun bukan
karena cerobong tanganku ia menoleh, tetapi berkat kertas yang aku gumpal
menjadi bulatan sedang, lalu aku lemparkan kepadanya, hal yang biasa kami
lakukan pada kawan yang lainnya jika situasi seperti ini berlaku.
Sambil
cengengesan dia mendekati kursi
kosong yang sedari tadi aku persiapkan untuk tempat duduknya, kursinya persis
disebelah kanan kursiku.
“Assalamualaikum, udah lama, bro?”
“Waalaikumsalam, baru aja bro, satu jam yang
lalu!!” aku menjawab sekenaknya saja pertanyaan damanik, aku masih kesal
dengan tradisi ngaretnya yang masih saja dipertahankan dari awal berteman di
smester pertama kuliah dulu.
“Lah, lama lah itu, ohh iya si aripe mana?”
”Sedang Otw katanya, paling otw ke
wc dia dam!” satu lagi kawan yang ngaretnya super
kelewatan dari pada damanik, padahal janjiannya dalam group line jumpa tepat pada pukul 3 siang, dan
semua sudah janji dengan kalimat on time,
namun kalimat on time yang mereka
maksud adalah on time versi mereka
masing-masing satu jam atau dua jam telat masih mereka anggap sebagai kata on time dari pada tidak datang sama
sekali, dan biasanya lagi tanpa muka berdosa mencari alasan klasik dengan ban
bocor atau air di sumur kelupaan di timba.
Aku
scroll terus sampai kebawah dari semua hasil
pencarian di google, yang aku temukan
rata-rata yang menjadi trending topik akhir-akhir ini adalah pemberitaan
tentang hoax dan fitnah sana-sini
antar pejabat negara atau masyarakat kepada pejabat negara.
Bosan
dengan berita hoax dan finah, kini
aku beralih ke instagram, mudah-mudahan
kali ini aku bisa membaca berita diluar dari konten hoax atau fitnah.
Namun,
tak ubahnya seperti yang di mesin pencarian google, di instagram juga sama saja, bahkan lebih parah lagi, hujatan-hujatan
kebencian dan hinaan langsung kepada subjek yang dituju sangat mudah didapati
di dalam setiap postingan akun berita atau akun orang-orang berpengaruh di
negeri ini.
Sepertinya
sudah tidak ada lagi budaya ketimuran di negeri ini yang dulu amat
diagung-agungkan oleh nenek moyang kita, sekarang digenerasi serba canggih ini,
semua orang menjadi liar tak terkendali dengan smartphone ditanganya.
“Woii,Assalamualaikum” sialan, si aripe
mengejutkan lamunaku yang rupanya sedari tadi dia sudah berada dibelakangku
menunggu waktu yang tepat untuk mengejutkanku sekaligus membuyarkan lamunan di
siang yang sudah tidak bisa dikatakan siang lagi karena matahari sudah selesai
mencapai puncaknya.
“Waalaikumsalam,
Kemana aja kau? Lama amat datangnya”
“Sorry-sorry, tadi aku harus antar paman ke
bandara dulu!!” aripe mencoba untuk meyakinkaku kali ini dengan cara yang
berbeda dari sebelumnya, ahgg biarlah
untuk kali ini aku maafkan saja dia, toh paling
tidak dia ada alasan baru yang nggak itu mulu alasannya, jadi aku percayain aja
untuk kali ini, tak ada gunanya juga untuk berdebat, bukan pada tempatnya.
“Ok, semua udah pada kumpul, jadi
sekarang yang dikasih sama panitia sama kau tadi apa aripe?”
“Ahgg mana ada sama aku, aku tadi
nggak ikut technical meeting, damanik mungkin tu kadang, tanya aja!!”
“Ada sama mu dam?”
“Ada ni, yang dikasih Cuma
peraturan sama topik yang akan didebatkan, kita kebagian topik nomor 4 lawan
debat kita anak International class......”
Obrolan
telat kami semakin seru pada sore itu, kami bertiga berpikir keras bertukar
pikiran bagaimana cara untuk mengalahkan anak-anak International Class yang biasa sering kami panggil dengan anak Ic
Topik
yang kebagian sama kami adalah mengenai tentang penghapusan KPK dan kami
kebagian pada team yang kontra akan penghapusan tersebut, meskipun kami bertiga
berkuliah di jurusan hukum, namun sepak terjang bola panas isu KPK tidak
terlalu kami ikuti secara baik.
Jadilah,
untuk menambah wawasan kami tentang persoalan KPK yang akhir-akhir ini sering
muncul di tv-tv nasional, aku berinisiatif membagi tugas kepada yang lain untuk
mengumpulkan sebanyak mungkin data-data atau info terbaru tentang KPK, baik itu
dari internet maupun koran-koran yang tersedia di sudut paling ujung perpus.
***
Tiga
puluh menit sudah waktu berlalu, namun tak ada juga tanda-tanda teman yang lain
mau berbagi info yang mereka dapatkan, si damanik dengan wajah serius menatap tab yang ia punya, dengan
mengongkak-ongkakan kakinya ia begitu serius entah berita apa yang ia baca.
Lain
halnya dengan aripe, dengan wajah kurang meyakinkan seperti kebingungan melihat
tajam ke layar hp.
Aku
mulai curiga padanya, biasanya dia orang yang jarang mau mendengar perintah dan
tidak disiplin.
Jadinya
aku teringat beberapa bulan yang lalu, hujan begitu lebatnya sehingga
menghadang perjalanan pulang kami, aku sudah mewanti-wanti kepada aripe untuk
tidak terlalu kencang membawa motornya, dan terkadang aku juga meminta untuk
berteduh sebentar di beberapa halte bus yang kami jumpai di jalan.
Namun,
memang dari sananya tidak mau mendengar perintah, dia tetap saja meng-gas terus
sepeda motor kredittan yang baru tiga
hari yang lalu dilunasi oleh kakaknya dari kampung.
“Ripe, kau ngapain, serius amat dari tadi!”
”Ehh ini, aku baca berita, seru
kali aku liat!”
“Tentang apa, tentang KPK??”
”Eheheh, bukan, ini soal presiden kita
ternyata seorang komunis”
“Lah, darimana kau tau??”
“Ini, dari berita yang aku baca
barusan!!”
aripe
menunjukkan kepadaku berita yang baru saja dia baca yang menyita perhatiannya
sehingga dia tak mendengarkan instruksiku untuk mencari berita tentang KPK.
“Lah, aripe aripe, inikan berita yang
penulisnya udah ditangkap polisi beberapa hari yang lalu, karena telah membuat
berita hoax dan fitnah terhadap beberapa kepala negara kita!!”
“ahg masa iya, beritanya seperti
beneran loh!!”
“Iya emang, tapi tunggu dulu, kau
sudah coba teliti terlebih dahulu nggak keakuratan berita itu, atau kau
menerima secara bulat-bulat semua isinya?
Dengan nada yang berlahan aku menjelaskan kepada
aripe betapa pentingnya kita sebagai generasi muslim akhir zaman harus cerdas
dalam menerima dan membaca sebuah berita, dengan mencari terlebih dahulu
kebenaran atau keakuratan akan sebuah berita yang datang, agar nantinya kita
tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain, sebagaimana yang di firmankan
oleh Allah SWT dalam surah Al-Hujurat
ayat 6, yang berbunyi “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang
fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar
kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang
akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”
Dari firman Allah SWT tersebut kalimat yang paling utama
dalam surah itu ada pada kata “telitilah” jadi jangan terlalu cepat menerima
sebuah berita yang kebenarannya yang belum tentu benar apalagi berita tersebut
kita dapatkan dari orang yang fasik. Aku terus menjelaskan secara berlahan
sedikit ilmu yang aku dapatkan dari pengajian selesai ba’da dzuhur yang sering
diadakan oleh pengurus masjid kampusku.
Aripe terlihat menganggung saja tatkala aku selesai
menjelaskan arti pentingnya meneliti terlebih dahulu kebenaran sebuah berita,
anggukan itu entah maknanya ia mengerti atau dia sudah bosan mendengarkan
ceramahku di sore itu, entahlah yang pasti aku sudah menyampaikan sebuah
kebenaran termuat dalam Al-Qur’an.
***
“Sekarang aneh ya!”
“Lah, kok aneh?” aku sedikit tersentak mendengar
suara berat yang dikeluarkan damanik yang dari tadi hanya bermain tab ternyata juga menyimak
pembicaraanku dengan aripe
“aneh lah, masa berdo’a lewat fb dan lebih
anehnya lagi kita hanya cukup me-like sebuah foto atau status yang bisa membuat
kita masuk surga? Apa nggak kacau tu!”
“Ahahahah namanya juga kita sudah
hidup di akhir zaman dam, jadi semuanya serba aneh, iya nggak rip?”
“Iya, bener, aku juga kadang sering
dikirimin pesan dari wa, agar mau menyebarkan sebuah status, kalau tidak
katanya aku bisa di azab sama Allah, kan aneh!!” kali
ini aripe sepertinya sependapat denganku, mana bisa dengan me-like sebuah foto bisa membuat kita masuk
kedalam surga, atau dengan tidak menyebarkan sebuah pesan dari wa kita dapat di azab oleh Allah.
Aku
meyakinin bukan itulah tolak ukur masuk atau tidaknya kita ke dalam surga atau
datangnya sebuah azab dari Allah, melainkan semua itu kembali lagi pada ibdah
yang telah kita jalanin, apakah sudah benar? Sudah cukup? atau apakah ibadah
kita karena Allah ta'ala atau karena
ada yang lainnya? Itu lah yang memberikan pengaruh besar akan surga atau neraka
yang kita raih dikemudian hari.
Tanpa
terasa obrolan kami yang sudah melenceng jauh dari tujuan awal tersadarkan
dengan terdengarnya suara pengumuman bahwa perpustakaan akan segera ditutup
dikarenakan ba’da magrib akan segera
tiba.
Kamipun
memutuskan untuk meninggalkan sesegera mungkin dari tempat itu dan menuju ke
masjid kampus yang tak begitu jauh dari letak perpus, namun kami sudah berjanji
satu sama lain akan mencari refrensi
lebih banyak lagi dirumah masing-masing tentang KPK tersebut, meskipun tujuan
awal kami tidak terlaksana di perpustakaan namun setidaknya kami mendapatkan
pelajaran baru tentang arti pentingnya meneliti terlebih dahulu akan datangnya
sebuah kabar.
***
”Iya-iya, ini lagi otw dikit lagi sampai kok,,.......!!”
aripe langsung mematikan panggilan dari selulerku. penyakit aripe masih
saja kambuh hari ini, padahal hari ini adalah jadwal debat kami, acaranya dimulai tepat pukul 8 pagi, tapi
karena anggota kami kekurangan satu orang, dengan lobi yang cukup intens membuat juri dan pemandu acara
memberikan dispensi kepada team kami
selama dua puluh menit, jika tidak maka kami harus berlapang dada di
diskualifikasi.
“rippp,Aripeeee!” Dengan sedikit
berteriak dan melambaikan tangan, aku memanggil aripe dari kejauhan dari atas
lantai dua, berharap dia bisa sesegera mungkin sampai ke lantai dua kampus ini,
kalau perlu dia terbang saja ke sini, namun apalah daya, aripe tetaplah aripe
dia dengan santainya bak seorang artis yang sedang berjalan di karpet merah
dengan tenangnya berjalan rapih tanpa tergesa-gesa mendatangi arah panggilan
suaraku.
“Kemana aja kau, lama amat!”
“Sorry-sorry, tadi baru antar
ponakkan ke sekolahannya”
“Lah, sejak kapan paman kau punya
anak??”
“Eheheh” si
aripe hanya cengengesan menandakan dia malu, kali ini ngeles dia salah ucap
kepadaku, namun aku tak memperpanjang soal ini yang penting dia sudah datang.
Maka
dimulailah debat kami pada pagi itu, dimulai dengan pengenalan anggota team dan pembukaan yang aku sendiri
mengambil perannya sebagai team yang kontra atas pembubaran KPK.
Setelah
tugasku selesai maka giliran aripe mengambil perannya, disaat itulah muncul
sisi positive yang aku liat dari seorang aripe, dia yang aku takutkan sebagai
perusak ritme debat team kami nantinya, ternyata mampu dengan tenang
menjelaskan secara berlahan-lahan opini-opini yang dicampur dengan fakta-fakta
yang ia temukan dalam beberapa hari yang lalu, hal ini membuat kami berada
diatas angin team lawan seakan-akan mengikuti ritme yang aripe bangun dari awal
ia menyampaikan opininya.
Puncaknya
adalah tatkala team lawan, mengatakan setuju dengan pendapat aripe dan dengan
blunder menguatkan opini aripe hal yang tabu dilakukan oleh seseorang yang
sedang melakukan debat secara langsung, dan ternyata fakta-fakta yang diucapkan
oleh team lawan ternyata merupakan berita yang tidak valid dan cenderung ke hoax dan fitnah.
Debat
terus berlangsung hampir selama tiga puluh menit, dan setelah pemandu acara
menyatakan acara debat telah usai dengan menunjukkan waktu yang tepat
menunjukkan tiga puluh menit berlalu.
Setelah
itu,kami harus menunggu beberapa menit untuk mengetahui hasilnya, apakah kami
menang dan lanjut mewakili team debat universitas ke tingkat daerah atau kami
harus mengubur mimpi kami berjalan lebih jauh lagi.
Usaha
kami ternyata tak sia-sia, ternyata dari tiga dewa juri yang ada, dua memihak
kepada kami dan satunya lagi memihak
kepada team Ic, dan sah!!, kami lah
yang akan mewakili team debat universitas ke debat yang lebih tinggi lagi, memang
berkat fakta yang benar-benar kami cari kebenarannya secara teliti telah
membawa kami memanangkan lomba debat kali ini.
Post a Comment for "Karena Jempolku, Aku Bisa Masuk Surga?? [Cerpen Islami]"
Post a Comment
Give Us Your Feedback!