Asal Usul 27 Marga di Aceh Tenggara dan Larangan (Bagian III)


Berikut ulasan terakhir dari asal-usul 27 Marga di Aceh Tenggara, tapi bagi kalian yang bingung membacanya tau-tau udah selesai aja ni tulisan akan saya bagi di akhir postingan ini link, nanti anda bisa klik di link tersebut biar kalian tidak pada binggung mengikuti alur ceritanya..

11. MERGE PINIM,
 marga ini memiliki banyak anggota, dan terdiri dari berbagai kelompok etnis yang bermigrasi ke Tanah Alas secara terpisah. Marga ini diyakini berasal dari Tanah Karo, di Karo ada sub marga nama yang sama, yaitu pinei atau Pinem, ditemukan (Joustra 1926:197,346, Kreemer 1923:302, 1975:74 Singarimbun, 1932:535 ypes), sebahagian meyakini marga ini berasal dari wilayah Kluet di Aceh selatan. Sebuah marga dari nama yang sama ditemukan di Tanah Dairi (ypes 1932:553). Benda yang dilarang bervariasi sesuai dengan masing-masing kelompok, marga Pinim yang tinggal di desa Terutung Payung di Kecamatan Bambel adalah kriket semak bernama belalang kabu (Mecopoda eloneata) dan jelatang, dan marga Pinim yang tinggal di desa Muara Baru di Kecamatan Lawe Alas kerbau putih-merah, dan marga Pinim tinggal di dusun Kute Buluh di Kecamatan Lawe Bulan tunas bambu manis, sementara marga Pinim tinggal di desa Batu Mbulan di kecamatan Babussalam yang sama tidak punya makanan dilarang atau tanaman,
12. MERGE RAMIN.
Marga ini diyakini berasal dari wilayah Pasai Aceh utara. Sebuah marga dengan nama yang sama ditemukan di daerah Batak Dairi (ypes 1932:553). Makanan dilarang adalah belut shortfin bernama ikan dundung (Anguilla australis) (lih. Kreeier 1923:545). Para anggota marga ini tinggal terutama di desa-desa Jongar di Kecamatan Ketambe, Natam, di Kecamatan Badar dan Rambung Tel(e)dak di Kecamatan Darul Hasanah, dan desa Bambel dan dusun Lawe Kihing di Kecamatan Bambel,
13. MERGE RAMUD,
marga ini diyakini berasal dari Singkil. Kerbau putih-merah, belut shortfin, dan merpati tutul adalah benda yang dilarang untuk marga ini. Para anggota marga ini tersebar di antara desa Kute mbaru di Kecamatan Lawe Bulan dan Pulo Nas di Kecamatan Babussalam, Desa Bambel di Kecamatan Bambel dan Alur Buluh di Kecamatan Bukit Tusam, desa Ngkeran di Kecamatan Lawe Alas, dan lain-lain,
14. MERGE SAMBO,
Menurut informan, marga ini yang berasal dari Singkil adalah terbaru dari semua marga di Tanah Alas. Pada 1901-2, namun, marga ini sudah ada di desa Batu Mbulan (Snouck Hurgronje 1901-2b: 3). Sebuah marga dengan nama yang sama ditemukan di daerah Batak Dairi (ypes 1932:536,553) serta daerah Singkil (ypes 1907:629). Makanan dilarang adalah merpati belang. Para anggota marga ini tersebar, di utama, di antara desa Pulo Latong dan Kutacane Lama, dan desa Kute Galuh di Kecamatan Babussalam,
15. MERGE SEKEDANG,
Ini adalah marga yang terbesar kedua dari semua marga di tanah Alas. Jika anggota marga ini dan orang-orang dari marga Selian digabungkan, jumlahnya diperkirakan lebih dari setengah penduduk Alas seluruh. Marga ini diyakini berasal dari desa Gumpang di Gayo Luos atas undangan Raje Cik di Desa Batu Mbulan (lihat Akifumi Iwabuchi, 1990:13). Menurut Kreemer, marga ini memiliki asal yang sama seperti halnya marga PenĂ´san di Gayo Luo dan marga Ginting di Tanah Karo (1920:102; 1923:302). Makanan dilarang adalah lemon. marga ini ditemukan di desa Kute Rih di Kecamatan Babussalam, Desa Bambel, Desa Lawe Kihing dan Terutung Seprei di Kecamatan Bambel, Terutung Megara, dan Lawe Sumur di Kecamatan Lawe Sumur, dan lain-lain. Juga ada banyak juga marga Sekedang di desa Semadam di kecamatan Semadam dan Desa Bambel Baru di Bambel Kabupaten, yang didirikan oleh penggabungan Sekedang migran terutama dari desa Bambel setelah Perang Dunia Kedua,
16. MERGE SINAGE,
Marga ini diyakini berasal dari kalangan orang Minangkabau, tetapi marga dengan nama yang sama ditemukan di daerah Batak Toba: Si Naga atau Sinaga (Joustra 1926:204,346, Vergouwen 1933:7, 1964:6; ypes 1932:536-8), yang Batak Simalungun: Sinaga (Joustra 1926:199; Tideman 1922:90-1), dan Batak Dairi: Sinaga (ypes 1932:549). Makanan dilarang adalah kerbau putih-merah (lihat Kreemer 1922:506). Para anggota marga ini tinggal terutama di desa-desa Muara Lawe Bulan, Pulo Nas, di Kecamatan Babussalam, dan Penampaan, dan Desa Kandang Belang di Kecamatan Lawe Bulan dan desa Pulo Sepang di Kecamatan Lawe Alas.
17. MERGE SUGIHEN, marga ini adalah salah satu marga terkecil, dan hal ini hampir punah saat ini. marga ini diyakini telah datang dari Singkil dari Tanah Karo, ada sub marga dengan nama yang sama (Joustra 1926:197; Singarimbun 1975:74). Merpati berbintik adalah makanan dilarang. Awalnya, marga ini hanya ditemukan di desa Batu Mbulan di Kecamatan Babussalam, namun pada tahun 1988 hanya ada lima keluarga marga Sugihen, hidup dalam kandang di Desa Tanah Kerah di Kecamatan Badar, Desa Kute Galuh di Kecamatan Babussalam, dan desa Kisam di Kecamatan Lawe Sumur.
18. MERGE SEPAYUNG,
Asal dari marga kecil ini diyakini dari Singkil. Sebuah marga dengan nama yang sama ditemukan di daerah Batak Karo: Sinoebajang atau Sinupayung (Joustra 1926:197,346, Kreemer 1923:302; Singarimbun 1975:74) dan Batak Dairi: Sipajoeng (ypes 1932:535). Tanaman putri malu adalah barang dilarang untuk marga ini. Hampir dua puluh menggabungkan keluarga Sepayung hidup dalam suatu desa dari Muara Baru di Kecamatan Lawe Alas, semua yang bermigrasi dari desa Lawe Kongkir selama masa kolonial.
19 MERGE TERIGAN,
Beberapa anggota marga ini diyakini berasal dari Tanah Karo. Ada marga dengan nama yang sama di Tanah Karo: Tarigan (Joustra 1926:197,346, Kreemer 1923:302, 1975:74 Singarimbun, 1932:535 ypes). Namun, beberapa anggota marga ini juga diduga berasal dari Tanah Dairi atau Tanah Gayo. Benda yang dilarang adalah kerbau putih-merah (lihat Kreemer 1922:506), belut shortfin, dan jelatang. Marga ini ditemukan terutama di desa-desa Kute Lingga di Kecamatan Bukit Tusam dan Pinding di Kecamatan Bambel dan desa Kute mbaru di Kecamatan Lawe.
Baca Juga :

Post a Comment for "Asal Usul 27 Marga di Aceh Tenggara dan Larangan (Bagian III)"