Asal Usul 27 Marga di Aceh Tenggara dan Larangan (Bagian II)


19 Marga Baru di Tanah Alas
Marga baru ditanah Alas ada sembilan belas selain delapan marga asli yang menetap di sana. Dalam hal status sosial, bagaimanapun, tidak ada perbedaan yang signifikan antara marga asli dan mereka yang termasuk marga baru.
1. MERGE ACIH, Marga ini diyakini berasal dari pesisir Aceh, seperti namanya. Namun, marga nama yang sama ditemukan di antara Batak Dairi: Atjen (ypes 1932:553). Menurut cerita di masyarakat, anggota marga ini datang ke Tanah Alas sebagai spesialis di sunat atau sayatan. Tidak ada makanan yang dilarang atau tanaman untuk marga ini. Para anggota yang tinggal hanya di desa Natam di Kecamatan Badar, namun saat ini beberapa keluarga marga Acih telah bermigrasi ke desa Pulo Nas di Kecamatan Babussalam.
2. MERGE BERUH,
Marga ini adalah marga yang ketiga terbesar dari seluruh marga di Tanah Alas. Marga ini diyakini berasal dari Aceh (lihat Akifumi Iwabuchi, 1990:13). Benda yang dilarang untuk marga ini adalah melihat merpati, jelatang, dan lemon bernama limou Munte (Citrus limon). Para anggota marga ini tersebar, di antara desa-desa Jongar, Penyeberang Cingkam di Kecamatan Ketambe, Rambung Tel(e)dak, Tanjung, di Kecamatan Darul Hasanah dan Natam di Kecamatan Badar, Desa Batu Mbulan di Kecamatan  Babussalam, dan desa-desa Biak Muli dan Kute Lang-lang di Kecamatan Bambel,
3. MERGE GALE.
Marga ini diyakini berasal dari Desa Gölö di Gayo Lues (lihat Snouck Hurgronje 1903:223), dan tidak memiliki makanan yang dilarang atau tanaman. Ini adalah salah satu marga terkecil, ada hanya enam keluarga Merge Gale pada tahun 1988. Mereka tinggal di desa Gusung Batu di Kecamatan Lawe Bulan dan dusun Lawe pangkat di Kecamatan Deleng Pokisen.
4. MERGE KEKARO.
Marga ini diyakini berasal dari Tanah Karo, seperti namanya. Marga Karo-karo antara Batak Karo (Joustra 1926:197,346, Kreemer 1923:302; Singarimbun 1975:74) dapat diidentifikasi dengan marga ini, karena kadang-kadang Orang Alas juga menyebut suku ini marga Karo-karo. Makanan yang dilarang adalah talas/Colocasia esculenta (dalam bahasa alas kosap). Marga ini ditemukan terutama di desa Kute Pasir di Kecamatan Badar, desa Tenembak Lang-lang, desa Tualang di Kecamatan Deleng Pokisen dan Terutung Pelarikan di Kecamatan Lawe Bulan, Batu Mbulan di Kecamatan Babussalam, Desa Kisam dan dusun Kute Benin di Kecamatan Lawe Sumur, dan desa-desa kampung Kubu dan Lawe Kongkir di Kecamatan Lawe Alas,
5. MERGE MAHE,
Marga ini diyakini berasal dari Singkil. Sebuah nama marga yang sama ditemukan dalam tanah Dairi: Naha (ypes 1932:536,553), di Tanah Toba: Meha atau Meha (Vergouwen 1933:16; 1964:16; ypes 1932:549) dan di Singkil: Maha (ypes 1907:629). Tanaman yang dilarang adalah jelatang. Para anggota marga ini dulu tinggal di desa Kute Gerat dan Kute mbaru di Tanah Alas, yang keduanya dirambah oleh sungai Alas selama masa kolonial, tapi sekarang mereka tinggal di Desa Kute Gerat dan desa Lawe Dua di Kecamatan Bukit Tusam,
6. MERGE MENALU,
Ini adalah salah satu marga terkecil, dan diyakini telah datang dari Singkil atas undangan raja Bambel. Namun, diperkirakan marga ini memiliki hubungkan dengan marga Manaloe atau Manalu antara Batak Toba (Vergouwen 1933:14; 1933:14; ypes 1932:544,549). Marga ini dilarang memakan daging kerbau putih-merah (Bubalus bubalis) dalam bahasa alas keRbau jagat. Pada tahun 1988 hanya ada empat merge Menalu keluarga, yang terdiri dari keluarga orang tua dan orang-orang dari ketiga anak mereka, di desa Kute Batu di Lawe Alas Kabupaten. Menurut tradisi lisan, ayah kakek buyut bermigrasi ke desa ini dari desa Bambel.
7. MERGE MENCAWAN,
Marga ini kadang-kadang diucapkan menggabungkan Bencawan juga, dan diyakini memiliki asal yang sama dengan merge Selian (lih. Singarimbun 1975:73). Sebuah marga nama yang sama ditemukan dalam Tanah Karo: Pincawan (Singarimbun 1975:74). Menurut informasi, marga ini mempunyai larangan juga sama seperti yang dari marga penggabungan Selian, yaitu. jelatang. Menurut Kreemer, bagaimanapun, kerbau putih-merah adalah makanan yang dilarang (1922:506). Anggota marga ini ditemukan terutama di dusun Bacang Lade, tetapi juga di desa-desa Kute mbaru dan Kute Bantil, di Kecamatan Lawe Bulan,
8. MERGE MUNTE,
Marga ini diyakini berasal dari Tanah Karo. Sebuah marga atau sub marga dengan nama yang sama ditemukan di antara Batak Karo: Moentë atau Munte (Joustra 1926:197,346; Kreemer 1923: 302; Singarimbun 1975:74), Batak Dairi: Moenté (ypes 1932:535, 549), dan Gayo: Moenté (Snouck Hurgronje 1903:158). Biasanya, makanan yang dilarang dan tanaman adalah merpati melihat dan lemon. keluarga marga Munte tinggal di Desa Lawe Hijo mungkin tidak makan atau menyentuh pucuk bambu manis raksasa bernama tubis betung (Dendrocalaius asper). Para anggota marga ini tersebar di antara desa Tanjung Kecamatan Darul Hasanah dan Gusung Batu Kecamatan Deleng Pokisen, Desa Batu Mbulan dan Kute Rih di Kecamatan Babussalam, Desa Lawe Hijo di Kecamatan Bambel, Desa Kute Batu di Kecamatan Lawe Alas, dan lain-lain.
9. MERGE PASE.
Merga ini kecil diyakini berasal dari wilayah Pasai di Aceh Utara, seperti namanya. Menurut Joustra, ada sub marga dengan nama yang sama di Tanah Karo, yang telah punah (1926:197,346; Kreemer 1923:302). Tumbuhan yang dilarang untuk marga ini adalah jelatang. Pada tahun 1988, kurang dari dua puluh keluarga marga ini, dan mereka hanya hidup di desa Kute mbaru di Kecamatan Lawe Bulan,
10. MERGE PELIS,
marga ini diyakini berasal dari Tanah Karo, dan tidak memiliki makanan yang dilarang atau tanaman. Kepala wilayah marga ini adalah Imem Bale, yang tidak datang dari kalangan Batak Karo tapi datang dari kalangan Melayu (lihat Akifumi Iwabuchi, 1990:13). Para anggota marga ini tersebar di antara desa Lembah Alas di Kecamatan Badar, Desa Tenembak Lang-lang dan Desa Tualang di Kecamatan Deleng Pokisen, Desa Terutung Pelarikan di Kecamatan Lawe Bulan, dan desa Kisam di Kecamatan Lawe Bulan.

Post a Comment for "Asal Usul 27 Marga di Aceh Tenggara dan Larangan (Bagian II)"